1. Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali. 2. Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan. 3. Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta di jalanan. 4. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya. 5. Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istrimu, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Allah untuk diberikan teman hidup. 6. Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat. 7. Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul. 8. Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya, pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan. 9. Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir, pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan. 10. Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda. 11. Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.
Jika engkau tidak berusaha menjadi seperti Fathimah, mengapa engkau berharap bisa mendampingi pemuda seperti Ali ? Jika engkau tidak berusaha shalih seperti Rasulullah shalaAllahu ‘alaihi wassalam, mengapa engkau berharap mendapatkan wanita seperti ‘Aisyah ? Berharap memang tak salah. Seorang pencuri sah – sah saja berharap anaknya tidak tumbuh menjadi pencuri. Ada salah satu saudara kita yang malas diajak sholat jama’ah ke masjid, malas mendatangi majelis ilmu malah menghabiskan waktu dalam hal yang sia-sia. Bahkan ada juga yang kurang menjaga pergaulannya, merasa bebas berhubungan dengan lawan jenis. Namun, mereka tidak akan menikah kecuali dengan istri/suami yang shalih/ah dan pandai dalam din. Mereka mendambakan suami/istri yang tidak pernah bergaul bebas dengan lawan jenis. Mereka menginginkan istri yang suci bagai bidadari turun dari surga. Sebagaimana pula saudari-saudari kita, mereka yang menginginkan suami yang selembut Abu Bakar, yang setegas `Umar Ibnul Khoththob, yang sekaya `Utsman Ibnul Affan, atau setangkas `Ali ibnu Abi Thalib. Namun anehnya, bagi saudari-saudari kita tersebut, tidak ada usaha untuk memperbaiki diri semisal meniru kebijaksanaan Khadijah , kepandaian ‘Aisyah, ketangguhan Fathimah, atau keikhlasan Sumayyah. Begitu juga dengan saudara kita para ikhwan yang menginginkan istri sepandai para istri nabi, sebagus akhlaq muslimah di zaman Rasul, namun dalam dirinya tidak ada usaha untuk lebih shalih, lebih pandai, dan lebih menuju akhirat. Memang berharap itu tidak salah. Seorang pencuri sah – sah saja berharap anaknya tidak tumbuh menjadi pencuri, namun apakah jika anak tersebut tumbuh menjadi ‘ulama misalnya, apakah mampu membebaskan bapaknya dari hukuman penjara ? Apakah suami yang shalih dan istri yang shalihah bisa menyelamatkan kita dari Naar jika kita sendiri tidak berusaha menjauhi Naar ? “ Allah telah menjadikan istri nabi Nuh dan istri nabi Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya dibawah pengawasan dua hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami. Lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah, dan dikatakan (kepada keduanya) `masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk` (neraka) “ (QS. At Tahrim : 10) “ Dan Allah menjadikan istri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata ` Ya Rabbi, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim “ (QS. At Tahrim :11) “ (Dan ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan dalam rahimnya sebagaian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Rabbnya dan kitab-kitabNya dan dia termasuk orang-orang yang ta’at” (QS. At Tahrim : 12)


semoga ada hikmah yang bisa diambil dan bermanfaat.
salam ukhuwah,,,
Keep spirit with sunnah__

Facebook Widgets
Powered By Vistaprint